Kamis, 10 Juli 2014

ibu dan anak


Sabtu sore itu aku tiba di rumah mereka sekitar jam 17.00, dan ketika masuk ke rumah hanya ada Cindy, keponakanku yang baru berumur tiga belas tahun dan duduk di kelas dua SLTP. Ibunya, Vivi, sedang pergi arisan di rumah temannya sejak jam 12.00 siang tadi dan menurut Cindy baru akan kembali sekitar jam delapan malam, seperti biasanya. Ayah Cindy adalah seorang teman karibku yang telah meninggal dunia tiga tahun yang lalu dalam sebuah kecelakaan lalu lintas di luar kota, dan sejak itu aku sering mengunjungi keluarga ini untuk menghibur agar mereka tidak terlalu merasa kesepian.

Kehidupan mereka ditopang oleh ibu Cindy, yang bekerja di sebuah perusahaan asing sebagai sekretaris dan kelihatannya mereka dapat hidup berkecukupan. Vivi, ibu Cindy telah lama kenal denganku dan kami sering pergi bertiga kemana-mana bila ada waktu luang, dan tanpa terasa aku seolah telah menjadi pengganti kepala keluarga mereka. Keduanya sangat manja kepadaku sehingga seringkali aku merasa seolah berada di tengah keluarga sendiri bila sedang bersama mereka, dan terutama Cindy yang kukenal sejak lahir, walaupun telah berumur tiga belas tahun tapi ia tidak segan untuk duduk di pangkuanku bila menginginkan sesuatu dariku.

Setibanya di rumah mereka, aku segera menuju ke kamarku yang memang selalu mereka sediakan untukku dan kemudian aku mandi untuk menghilangkan rasa lelah. Selesai mandi aku berpakaian santai, baju kaos dan celana pendek, lalu menonton TV di ruang tengah dimana Cindy berada dari tadi. Aku duduk di sofa dan Cindy duduk di sampingku dengan kedua kaki dilipat disofa, ia hanya memakai daster rumah saja karena hari itu adalah akhir minggu, sehingga ia tidak mempunyai tugas sekolah

Kami menonton acara mengenai kehidupan sebuah keluarga yang tidak memiliki ayah lagi, sehingga si ibu harus bekerja keras untuk menghidupi dirinya dan kedua anaknya yang masih bersekolah, dan di tengah keasyikan kami menonton Cindy berkata.
"Oom, kasihan ya keluarga itu, Ibunya mesti kerja keras untuk sekolah anak-anaknya!"
"Ya Cindy, begitulah orang tua, selalu mendahulukan kepentingan anak, kamu untung memiliki Mama yang bekerja dengan penghasilan cukup, sehingga kalian tidak kekurangan." jawabku.
"Iya Oom, Cindy juga merasa beruntung masih ada Oom yang mau memperhatikan kami, kalau enggak entah bagaimana nasib kami." ujar Cindy lagi.
"Oom 'kan sudah kenal kamu sejak lahir, masa Oom mau lupa sama kalian, apalagi Mama juga baik sama Oom!" jawabku menimpali.
Iya Oom, tapi Cindy sekarang 'kan sudah besar Oom, sudah tiga belas tahun, maunya Oom jangan menganggap Cindy seperti anak kecil lagi dong!" ujarnya manja.
"Lho.., maksudmu bagaimana..? Kan Oom juga memperlakukan Cindy sebagai seorang anak gadis sekarang?" aku menjawab.
"Betul Oom? Cindy sudah Oom anggap seperti seorang gadis?" ia menyela dengan nada riang.
"Iya, betul dong, masa Oom akan menganggap kamu seperti anak kecil terus! 'Kan kamu sekarang sudah besar, tubuhmu juga sudah tumbuh menjadi seorang gadis!" aku menjawab.Cindy rupanya merasa senang sekali dengan jawabanku, lalu sambil mendekatkan tubuhnya padaku ia mengatakan sesuatu yang membuatku terkejut.
"Kalau begitu Oom mesti anggap Cindy sebagai seorang gadis ya, enggak boleh anggap Cindy sebagai keponakan lagi. Benar ya Oom!"
Walaupun tidak mengerti maksudnya, aku hanya mengangguk saja sambil terus menonton TV, dan Cindy menyandarkan tubuhnya kepadaku. Kepalanya disandarkan di dadaku lalu ia berkata.
"Oom, sebenarnya Cindy dan Mama sering membicarakan Oom, kami ingin Oom turut dalam kegiatan pribadi Cindy dan Mama supaya lengkap!" Aku tambah tidak mengerti dan bertanya, "Apa maksudmu dengan kegiatan pribadimu dengan Mama?"
"Begini Oom, tapi janji ya Oom tidak akan marah?" aku mengangguk berjanji.
"Sebetulnya Mama dan Cindy 'kan sering bermain seks karena tidak ada hiburan kalau sudah malam, apalagi kalau sudah sepi!"
Aku terkejut bukan main mendengar penjelasannya yang tidak disangka-sangka itu, dan di tengah keingin tahuanku, aku bertanya lagi padanya.
"Maksudmu apa sih Cindy? Masa kamu main seks dengan Mama? 'Kan sama-sama wanita?"
"Iya Oom, Mama yang ngajarin Cindy sejak setengah tahun yang lalu, waktu Cindy baru naik kekelas dua, terus Mama kasih hadiah itu. Cara-cara main seks dengan Mama! Tapi Mama bilang permainan itu akan lebih seru lagi kalau ada pasangan pria, jadi. permainannya bisa lebih lengkap! Oom enggak marah 'kan Cindy ceritain begitu?"

Aku sungguh tidak menduga bahwa Vivi telah menggunakan anaknya sendiri untuk mengatasi keinginan seksnya setelah ditinggalkan suami selama tiga tahun, aku dapat mengerti bahwa Vivi membutuhkan penyaluran untuk kebutuhan biologisnya, tetapi bahwa ia mempergunakan anaknya sungguh-sungguh di luar dugaanku. Dan tanpa kusadari Cindy kini telah duduk di pangkuanku sambil memelukkan kedua tangannya ke leherku dan berkata lembut.

Oom enggak percaya ya..? Mari Cindy tunjukin sama Oom bahwa Cindy juga sudah bisa bermain seks sama lelaki.. 'kan Mama suka ceritain caranya sama Cindy kalau kami lagi asyik berdua di kamar Mama..!"
Lalu ia mulai mencium mulutku dengan lembut dan terasa lidahnya menjulur keluar dan menyelip masuk ke mulutku, lalu menjilati seluruh bagian dalam mulutku. Aku memang mulai terangsang oleh ulah keponakanku ini, apalagi aroma tubuhnya yang harum itu membuatku terhanyut dalam keadaan ini, namun aku berusaha melepaskan ciumannya dan bertanya dalam keterengahan nafasku yang memburu.

"Lalu kalau kamu sedang main sama Mama, bagaimana caranya supaya kalian berdua bisa mencapai klimaks..?"
Sementara itu Cindy mulai melepaskan kancing atas dasternya, sehingga kedua buah dadanya yang mungil dapat kulihat dengan putingnya yang berwarna merah jambu.
"Biasanya sih Cindy dan Mama suka cara enam sembilan Oom, tapi kadang-kadang kami pakai dildo juga Oom supaya lebih seru, karena bisa klimaks terus selama dildonya masih jalan..!"
"Jadi kalau begitu kamu sudah tidak perawan lagi..?" aku bertanya dengan bodohnya.
"Ya enggak lagi dong Oom.. bagaimana sih Oom ini..!" Cindy menjawab sambil melepas kancing dasternya yang terakhir, lalu ia berdiri dari pangkuanku dan mulai melepaskan t-shirtku.

Kemudian ia merebahkan diriku di sofa dan melepaskan celana pendek serta celana dalamku. Kini kami berdua sudah telanjang bulat, aku terbaring di sofa dan Cindy menelungkupkan tubuhnya di atasku dan mulai lagi menciumi mulutku. Kali ini dengan bernafsu sekali! Nafsuku mulai memuncak, penisku mulai mengeras diantara gesekan kedua pahanya yang putih dan lembut itu serta tekanan kedua buah dadanya yang mungil membuat nafsuku semakin memuncak, walaupun aku masih membayangkan bahwa gadis yang sekarang berada di atas tubuhku adalah keponakanku yang kukenal sejak ia lahir ke dunia ini. Sungguh tidak masuk akal tetapi sekarang sedang terjadi sebuah peristiwa yang tidak pernah terbayang sebelumnya..!

Cindy mengulum mulutku dengan ahli dan penuh nafsu. Aku tak dapat menguasai diriku lagi dan mulai membalas kumulannya dengan penuh nafsu pula. Aku mulai menghisap mulutnya dan lidahku pun masuk ke mulutnya dan menjilati seluruh bagian dalam mulutnya. Punggungnya kuusap lembut dengan kedua tanganku, lalu usapan tanganku semakin turun ke arah pinggulnya dan akhirnya sampai ke pangkal pahanya yang lembut sekali dan terasa olehku Cindy membuka kedua pahanya, sehingga tanganku leluasa bermain mengelus-elus diantara kedua pahanya. Dan akhirnya tanganku tiba pada vaginanya yang sudah basah.. masih belum berbulu.

Aku memasukkan jariku sedikit ke dalam vaginanya dan terasa bagaimana vagina yang mungil itu berdenyut lembut pada jariku. Ini membuatku semakin bernafsu dan akhirnya aku sudah tak memikirkan apa-apa lagi, tubuhnya kuangkat dari tubuhku dan Cindy kugendong menuju kamarnya.

Setibanya di kamar aku segera membaringkan tubuhnya di atas tempat tidurnya, lalu aku berbaring di sampingnya sambil memandang kedua buah dadanya yang kecil mungil. Dan dengan perlahan mulutku mulai mengisap puting dadanya yang sebelah kiri, lembut dan harum. Aku menghisapnya lebih kuat dan terdengar Cindy merintih lirih.
"Aduuhh Oom.. terus Oom.. isap yang kuat Ooomm.. aduuhh.. teruuss Ooomm.. aduuhh..!"
Aku semakin tak kuasa menahan nafsuku ketika terasa tangan Cindy menggenggam penisku yang sudah tegang dan keras dan mulai mengocoknya dengan lembut.

Aku sendiri masih terus menghisap buah dadanya, sementara tangan kiriku terus mengelus dan mengusap vaginanya yang sudah sangat basah. Kedua pahanya sudah terbuka lebar. Lalu mulutku pindah ke buah dadanya yang kanan dan menghisap dengan kuat sampai seluruh dagingnya masuk ke dalam mulutku. Nafas Cindy terengah-engah dan rintihannya terus terdengar lemah.
"Aduuhh Ooom.. teruuss Ooomm.. adduuhh.. aadduuhh.. teruuss Ooomm..!" tubuhnya yang mungil menggelinjang tidak karuan menahan kenikmatan yang dirasakannya.
Remasan tangannya pada penisku bertambah kuat dan cepat.


Aku merasa bahwa Cindy sudah hampir mencapai klimaksnya. Tangannya yang meremas-remas penisku terasa menarik penisku ke arah vaginanya. Aku sendiri sudah tidak dapat menguasai diri lagi. Tubuhku mengikuti tarikan tangan Cindy, dan akhirnya aku sudah berada di antara kedua pahanya yang terbuka lebar dan ujung penisku terasa menyentuh vaginanya, hangat dan basah serta berdenyut.
Cindy kembali merintih, "Ayoo Ooomm.. masukin sekarang Ooomm.. Cindy enggak tahan lagi Ooomm.. ayoo Ooomm.. aadduuhh..!"

Aku menekan sedikit dan terasa kepala penisku masuk ke dalam vaginanya yang agak sempit. Denyutan vaginanya terasa lembut meremas kepala penisku. Aku menekan lagi dan terus menekan sampai akhirnya seluruh penisku telah masuk dan terasa remasan vaginanya yang begitu lembut bagai sutera membuatku tidak dapat menahan nafsuku lagi dan aku mulai mengeluar-masukkan penisku dengan gerakan lambat diikuti oleh gerakan pinggul Cindy yang memutar. Dan kami berdua segera asyik dalam sanggama yang pertama bagi aku dan Cindy, gadis berusia tiga belas tahun ini.

Aku terus memompa Cindy dengan gerakan lambat dan panjang, sedangkan gerakan pinggulnya yang memutar-mutar mulai terasa tidak beraturan lagi. Cindy sudah semakin dekat pada klimaksnya, kedua tangannya memeluk tubuhku dengan eratnya. Nafasnya terengah-engah, tubuh kami bercucuran keringat. Kami semakin asyik dalam sanggama yang nikmat ini. Denyutan vaginanya yang sempit terasa semakin cepat dan kuat, rintihannya juga semakin kuat.
"Aadduuhh Ooomm.. Cindy enggak tahan lagi.. aadduuhh.. Ooomm.. lebih cepat Ooomm.. lagii Ooomm.. aadduuhh.. ayoo Ooomm.. aadduuhh.. aadduuhh..!"

Aku sendiri semakin bernafsu dan mulai tak dapat menguasai gerakanku lagi. Aku memompa Cindy semakin cepat dan kuat. Cindy sendiri sudah begitu asyik dengan kenikmatan yang dirasakannya. Pinggulnya memutar dengan tidak beraturan lagi. Nafasnya mendengus dan rintihannya semakin kuat pula.
"Ayoo Ooomm.. lebih cepat Ooomm.. Cindy sudah mau keluaar.. aadduuhh.. mau keluaarr.. aadduuhh.. Cindy keluar Ooomm.. keluaarr.. aadduuhh..!"

Aku sendiri semakin bernafsu dan mulai tak dapat menguasai gerakanku lagi. Aku memompa Cindy semakin cepat dan kuat. Cindy sendiri sudah begitu asyik dengan kenikmatan yang dirasakannya. Pinggulnya memutar dengan tidak beraturan lagi. Nafasnya mendengus dan rintihannya semakin kuat pula.
"Ayoo Ooomm.. lebih cepat Ooomm.. Cindy sudah mau keluaar.. aadduuhh.. mau keluaarr.. aadduuhh.. Cindy keluar Ooomm.. keluaarr.. aadduuhh..!"

Tubuh Cindy menggelinjang hebat. Kedua tangannya memelukku erat sekali dan tiba-tiba tubuhnya menyentak kuat, lalu menggelinjang hebat saat Cindy tiba dan meledak dalam orgasme yang begitu dahsyat pada puncak klimaksnya yang nikmat luar biasa. Yang terdengar hanya rintihannya.
"Cindy keluar.. keluaarr.. hah.. hah.. aadduuhh.. keluaarr.. aadduuhh..!"
Dan tubuhnya terus menggelinjang sementara aku terus memompanya dengan cepat. Aku juga merasa semakin dekat dengan klimaksku.

Rintihan klimaks Cindy membuat nafsuku semakin memuncak dan aku terus memompa dengan cepat. Aku sudah merasa hampir tiba pada klimaksku. Aku semakin dekat dan penisku terasa semakin besar dan besar dan akhirnya aku tak kuasa menahannya lagi. Dan penisku meledak bergumpal-gumpal di tengah kenikmatan remasan vagina Cindy yang lembut luar biasa. Tubuhku menegang sebentar, kemudian aku tersentak-sentak tak dapat menahan kenikmatan luar biasa yang diberikan oleh vagina Cindy yang meremas lembut penisku. Tubuh kami saling menyentak dan menggelinjang dalam kenikmatan luar biasa yang kami rasakan sebelum akhirnya kami berdua terkulai lemas dengan nafas terengah-engah dan keringat membasahi tubuh kami dan aku masih tetap berada di atas tubuh Cindy dengan penisku di dalam vaginanya yang masih berdenyut lemah.

Setelah beberapa saat, Cindy mulai menciumi wajahku sambil berkata, "Aduuhh Oom.. Oom hebat sekali ya.. baru ini Cindy merasakan orgasme yang begitu hebat.. hebat Oom..!"
Aku hanya diam saja dan kemudian mencabut penisku dari vaginanya, dan berbaring di sampingnya. Tubuh kami berkeringat dan terasa lemah setelah klimaks yang luar biasa tadi. Untuk beberapa saat kami beristirahat, lalu aku bangun dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Cindy kemudian menyusulku di kamar mandi dan akhirnya kami mandi bersama-sama di bawah siraman shower yang hangat.

Kami saling menyabuni tubuh kami, dan ketika aku menyabuni Cindy, tanganku tiba pada daerah dadanya dan dengan lembut aku menyabuni kedua buah dadanya. Aku merasa terangsang oleh kelembutan kedua buah dadanya yang mungil itu. Tanganku terus mengusap dan meremas kedua buah dadanya dengan sabun, dan tiba-tiba kurasakan tangan Cindy menyabuni penisku dengan amat lembutnya. Rupanya kami sama-sama terangsang dengan permainan sabun ini. Penisku mulai mengeras lagi dalam genggaman tangan Cindy yang terus menyabuninya dengan sedikit remasan-remasan lembut.


Aku semakin terangsang, dan penisku semakin keras dan panjang, sementara Cindy masih terus meremasnya dengan tangannya yang lembut bersabun. Dan tanpa sadar tiba-tiba aku sudah terduduk di lantai kamar mandi dan bersandar ke dinding. Cindy berlutut di hadapanku dengan tangan terus mengocok penisku yang sudah tegang sekali. Siraman air hangat dari shower telah menghanyutkan semua sabun di tubuh kami. Tubuh Cindy kuraih dan kupeluk, lalu buah dadanya kuhisap dengan kuat sampai tubuh Cindy tersentak. Kedua putingnya kuhisap bergantian dan tanganku kembali mengelus di antara kedua pahanya, dan ternyata vaginanya sudah basah lagi. Jariku terus mengelus lembut vaginanya yang basah.

Cindy kembali membuka kedua pahanya lebih lebar sambil terus mengocok penisku dengan tangannya yang lembut. Aku tak dapat menahan gejolak nafsuku lagi, lalu aku berdiri dan mematikan shower, kemudian tubuh Cindy kukeringkan dengan handuk, dan setelah itu Cindy mengeringkan tubuhku. Lalu kami menuju ke kamarnya dan berbaring lagi di tempat tidurnya.

Kini tubuh Cindy yang berada di atas tubuhku dengan kedua paha terbuka lebar. Tanganku terus mengelus vaginanya yang basah sekali, sementara Cindy menghisap mulutku dengan bernafsu. Lalu tubuhnya kuangkat, aku duduk di tempat tidur dan Cindy kududukkan di pangkuanku dengan kedua pahanya di samping tubuhku dan mulai menghisap kedua buah dadanya dengan kuat sampai tubuh Cindy tersentak-sentak, sementara tanganku yang lain terus mengelus vaginanya. Tangan Cindy terus meremas-remas penisku yang sudah tegang dan besar sekali. Rintihan Cindy mulai terdengar.
"Aduuhh Ooom.. aadduuhh.. isap teruuss Oom.. isap yang kuat Ooomm.. lagii.. lagii.. aadduuhh..!"

Tubuh kami kembali berkeringat dalam pergumulan ini. Aku terus menghisap kedua buah dadanya bergantian, dan tanganku juga terus mengelus vaginanya yang sudah basah sekali. Rupanya Cindy tak dapat menguasai dirinya lagi, tubuhnya tak henti-hentinya menyentak dan menggeliat, sementara mulutku tak lepas dari kedua buah dadanya yang mungil lembut itu. Ia mengangkat tubuhnya sedikit, lalu menurunkan vaginanya tepat pada penisku dan dengan sekejap penisku telah masuk seluruhnya ke vaginanya yang berdenyut basah disertai rintihan lirihnya.
"Ayoo Ooomm.. Cindy enggak tahan lagi.. aadduuhh Ooomm.. ayoo Ooomm.. aduuhh..!"

Dan Cindy mulai menggerakkan tubuhnya naik turun dengan liar, sementara aku terus saja menghisap kedua buah dadanya bergantian yang membuat Cindy semakin bernafsu. Rintihan Cindy terdengar semakin kuat.
"Aadduuhh Ooomm.. aadduuhh.. Cindy enggak tahan lagi Ooomm.. aadduuhh.. aadduuhh.. Ooomm..!"
Gerakan Cindy semakin kuat dan denyutan vaginanya semakin kuat pula. Aku mulai terbawa oleh irama nafsu Cindy yang sudah memuncak. Aku menghisap kedua buah dadanya lebih kuat. Penisku terasa semakin panjang dan besar di tengah remasan vaginanya yang begitu lembut. Kami begitu asyik dalam pergumulan seks ini dan sudah tak dapat menguasai diri kami lagi.
Nafas kami terengah-engah dengan keringat membasahi sekujur tubuh. Gerakan Cindy semakin cepat dan cepat, sementara denyutan vaginanya juga terasa semakin kuat. Kami sudah tidak perduli dengan keadaan di sekitar kami.
"Aadduuhh Ooomm.. Cindy mau keluaarr.. aadduuhh.. mau keluar Ooomm.. aadduuh Ooomm.. Cindy mau keluaarr.. aadduuhh..!"
Aku juga merasa semakin dekat dengan klimaksku. Rasanya aku pun tak dapat menahannya lagi, dan pada saat itu aku merebahkan tubuhku dengan Cindy tetap berada di atasku. Kedua pahanya yang lembut halus terbuka lebar dan aku mulai memompa Cindy dengan cepat.

Tiba-tiba tubuh Cindy menyentak kuat lalu menggelinjang hebat, dan terdengar rintihan nikmatnya.
"Aadduuhh Ooomm.. Cindy keluaarr.. aadduuhh.. keluaarr.. Ooomm.. aadduuhh..!"
Cindy meledak dalam puncak orgasmenya yang nikmat luar biasa disertai gelinjang tubuh yang menyentak-nyentak dan gigitan kuat pada bahuku. Aku juga sudah dekat sekali dengan klimaksku. Penisku rasanya membesar dan membengkak di antara remasan kuat vaginanya yang begitu lembut. Aku tak dapat menahannya lagi. Dan akhirnya.. tak dapat kutahan lagi.

Penisku meledak bergumpal-gumpal dalam orgasme yang nikmat luar biasa yang membuat tubuhku menyentak dan menggelepar-gelepar di tengah kenikmatan luar biasa remasan vagina Cindy yang begitu lembut. Aku masih terus memompa Cindy dengan cepat dan kuat, sementara tubuh kami berdua menggelepar-gelepar tidak karuan tak dapat menahan kenikmatan luar biasa yang kami alami saat itu. Sampai akhirnya kami terkulai lemah dengan Cindy tetap berada di atas tubuhku dan penisku masih berada di dalam vaginanya yang masih terus berdenyut-denyut lemah. Dan akhirnya kami tertidur lelap dalam kelelahan setelah mengalami klimaks yang nikmat luar biasa tadi.
Kami terbangun ketika jam dinding di kamar Cindy menunjukkan waktu pukul setengah delapan dan di luar sudah gelap, Cindy melepaskan diri dari tubuhku, memakai dasternya dan keluar kamar untuk menghidupkan lampu. Aku ke kamar mandi dan mandi sekali lagi untuk membersihkan tubuhku dengan siraman air hangat dari shower, setelah selesai aku kembali memakai t-shirt-ku dan celana pendek, lalu kembali ke ruang tengah melihat TV yang sekarang sedang menayangkan acara hiburan.

Cindy masuk ke kamarnya dan kurasa ia juga mandi untuk menyegarkan tubuhnya, karena ketika keluar ia sudah memakai baju kaos ketat dan celana pendek, lalu duduk di sampingku sambil merebahkan kepalanya di dadaku.

"Sekarang Oom percaya 'kan sama apa yang Cindy bilang..?" Cindy membuka pembicaraan.
"Iya, tapi menurut Oom itu tidak baik, karena kamu 'kan masih di bawah umur..!" aku menjawab.
"Ah.., Oom ini bagaimana sih, sekarang 'kan umur tidak menjadi soal lagi! Yang penting 'kan dia bisa melakukan seks dengan baik. Oom kuno ahh..!" Cindy menukas sambil mencubit pahaku dengan manja.

Iya lah.. Oom enggak bisa bilang apa-apa lagi, yang penting Mama jangan sampai tahu, ya..!" aku menjawab sambil memeluk tubuhnya yang langsing.
"Ahh.., biar aja Mama tahu, 'kan memang ini yang diinginkan Mama..!" Cindy menukas lagi.
"Kamu yakin Mama enggak marah kalau tahu kita sudah pernah main seks..?" tanyaku lagi.
"Pasti deh Oom, lihat aja nanti kalau Mama pulang, Cindy akan cerita dan pasti Mama enggak akan marah..!" ia berkata yakin sambil merebahkan tubuhnya di pangkuanku.
"Ya terserah kamu deh Cindy, Oom cuma nurut saja!" aku mengiyakan sambil menarik nafas.

Kami masih terus menonton TV ketika terdengar suara mobil memasuki pekarangan, dan tak lama kemudian suara pintu depan dibuka dan Mamanya melangkah masuk ke ruang tengah.
"Wah.. wah.. rupanya kalian berdua belum tidur ya. Apa kabar, Kak..?" Vivi menyapaku.
"Kabar baik, bagaimana arisannya tadi..?" aku balik menyapanya.
"Lumayan lah, Vivi bertemu teman-teman dan ngobrol panjang lebar. Cindy, kok kamu begitu.., tiduran di pangkuan Oom, apa enggak malu anak gadis masih kolokan..?" ia menegur Cindy.
"Ah, enggak apa-apa kok Ma, malahan Cindy dan Oom barusan selesai dari kamar Cindy..!"

"Lho.., ngapain kamu di kamar sama Oom..?" Vivi bertanya lagi.
"Itu lho Ma.., yang dulu Mama pernah bilang.., ternyata Oom hebat sekali Ma.., Cindy belum pernah merasakan kayak begitu, malahan tadi sampai dua kali Ma..!" Cindy menjelaskan.
"Jadi kalian berdua tadi.., waduh Cindy.., Mama rugi dong kalau begitu! Kalau tahu tentu Mama tidak pergi arisan tadi, lebih baik disini aja pesta bertiga..!" Vivi menjawab sambil tersenyum ke arahku lalu masuk ke kamarnya.

Tak berapa lama kemudian pintu kamar Vivi terbuka separuh dan terlihat Vivi di balik pintu dengan daster putihnya melambaikan tangan mengajak kami masuk.
Cindy berdiri dan menarik tanganku sambil mengatakan, "Benar 'kan Oom, Mama enggak marah.., malahan sekarang ngajak lagi tuh..! Ayo.., kita ke kamar Mama..!" Cindy mengajak.
Aku tak dapat menolak lagi dan menurut saja ketika Cindy menarik tanganku memasuki kamar Vivi yang luas dengan tempat tidur ukuran super king size yang dapat menampung empat orang.

Vivi langsung mengunci pintu kamarnya dan mengecilkan lampu, sehingga suasana menjadi sedikit temaram, lalu Vivi mulai melepaskan dasternya, ternyata ia tidak memakai apa-apa lagi di baliknya. Tubuhnya yang putih montok sangat menggiurkan, buah dadanya yang besar dan padat terlihat sangat menantang dengan putingnya yang merah jambu. Aku tak dapat berbuat apa-apa lagi ketika Cindy melepaskan seluruh pakaianku dan kemudian melepaskan baju kaos dan celana pendeknya, kini kami bertiga sudah telanjang bulat.

Vivi segera menarik tanganku ke arah tempat tidur, lalu ia menelentangkan tubuhku di tempat tidur dan sambil menelungkup di atasku, Vivi mulai menghisap mulutku dengan penuh nafsu. Aku membalas ciumannya dengan bernafsu pula, sementara itu terasa olehku tangan mungil Cindy yang lembut halus menggenggam penisku yang sudah menegang keras dan mulai mengocoknya dengan gerakan lembut yang begitu merangsang.

Nafsuku memuncak dengan cepat. Aku dan Vivi saling menghisap, dan Vivi demikian liarnya sehingga aku agak kewalahan menghadapinya. Hisapannya pada mulutku kuat sekali, sementara tangannya mengelus seluruh tubuhku dari dada, perut, pinggul, dan pahaku. Aku merasa kewalahan menghadapi dua wanita yang begitu liar dan ganas ini.
Tiba-tiba Vivi melepaskan kuluman mulutnya dan berkata, "Ayo Kak.. isap ini yang kuat..!" sambil tangannya mengangsurkan buah dadanya yang kanan ke arah mulutku.
Aku segera saja melakukan apa yang dimintanya.

Aku menghisap buah dadanya dengan kuat sambil memainkan lidahku pada putingnya yang merah jambu, membuat Vivi merintih lirih dalam kenikmatan yang dirasakannya.
"Adduuhh Kaak.. adduuhh.. isap yang kuat Kaak.. lebih kuat Kaak.. aadduuhh.. terus isap Kaak.. aadduuhh.. aaduh..!"
Tubuh Vivi menggeliat-geliat menahan kenikmatan itu. Keharuman aroma tubuhnya membuatku semakin menggila, ditambah dengan remasan dan kocokan tangan Cindy pada penisku yang tegang luar biasa, membuatku semakin tak dapat menguasai diriku. Kedua tangan Vivi berada di samping kepalaku sambil merenggut rambutku dengan kuat.

Nafasnya terdengar memburu disertai erangan nikmat dan rintihan lirihnya, "Aadduuhh Kaak.. isap teruuss Kaak.. aadduuhh.. teruus.. lebih kuaat.. aaduuh..!"
Lalu Vivi melepaskan buah dadanya yang kanan dari mulutku dan meletakkan buah dadanya yang kiri di atas mulutku sambil berkata, "Sekarang yang ini Kak.., ayo isap yang kuat seperti tadi.., ayo Kaak.. ayo cepat isap.. aadduuh..!"
Aku menghisapnya dengan kuat dan mengulum putingnya serta memainkan lidahku disitu. Tanganku mengelus vaginanya yang basah dan berdenyut, ini membuat Vivi semakin bernafsu dan menggila demikian liarnya. Renggutan tangannya pada rambutku terasa begitu kuat disertai nafasnya yang terengah-engah dan rintihan nikmatnya.


Ayoo Kaak.. aadduuhh.. ayoo isap yang kuaat.. aadduuhh.. teruuss.. aadduuhh..!"
Nafas Vivi mendengus-dengus menandakan nafsunya yang sudah sangat memuncak. Tubuhnya sudah berada di atas tubuhku dengan kedua pahanya yang mulus lembut terbuka lebar. Tanganku terus mengelus vaginanya yang sudah sangat basah dengan jariku, membuat Vivi semakin liar dan ganas. Pinggulnya mulai bergerak naik turun dan memutar mengikuti irama gerakan jariku di vaginanya yang berdenyut basah. Aku memasukkan jariku dan menggerakkannya keluar masuk.

Vivi semakin liar dan ganas. Pinggulnya bergerak naik turun tak beraturan sekarang. Ia menekankan buah dadanya ke mulutku dan menggerakkannya memutar-mutar. Rintihannya semakin lirih dan sayu.
"Ayoo Kaak.. masukin sekarang Kaak.. Vivi enggak tahan lagi.. ayoo masukiin.. aadduuhh.. aadduuh..!"
Terasa tangan Cindy sambil mengocok membawa penisku yang sangat tegang ke arah vagina Vivi yang berdenyut-denyut. Dan ketika terasa ujung penisku menyentuh vaginanya, Vivi menurunkan badannya sedikit, sehingga kepala penisku masuk ke dalam vaginanya yang terasa meremas penisku dengan denyutan amat lembut.

Vivi merintih lirih dalam kenikmatannya, "Ayoo Kaak.. masukin teruuss.. ayoo.. aadduuhh.. ayoo..!"
Aku tak dapat menahannya lagi dan menekan ke atas, sehingga seluruh penisku kini masuk ke dalam vaginanya yang berdenyut lembut meremas penisku dengan kuat. Aku mulai memompa Vivi dengan gerakan panjang dan lambat yang membuat Vivi semakin gila.
"Aaduhh Kaak.. yang cepat Kaak.. aduhh.. lebih cepat lagi.. lagii.. aaduh.. ayoo. aaduuh..!"
Aku memompa lebih cepat di tengah remasan vagina Vivi yang terasa begitu lembut. Aku memompa semakin cepat dan cepat sambil terus menghisap buah dadanya dengan kuat. Penisku terasa membesar dan membesar di dalam remasan vaginanya yang lembut luar biasa.

Aku tak dapat menahan diriku lagi, dan Vivi juga menjadi semakin liar dan begitu ganas dalam gejolak nafsunya.
"Aaduhh Kaak.. ayoo Kaak.. lebih cepat Kaak.. lagii.. lagii.. aaduuhh.. aduh..!"
Kami bergumul dengan asyik penuh nafsu dalam kenikmatan yang tiada taranya, dengus nafas kami menderu-deru dalam berpacu menuju puncak kenikmatan yang menanti kami dalam klimaks yang terasa semakin dekat dan dekat. Tak ada lagi yang dapat menghentikan kami sekarang. Pinggul Vivi berputar dalam gerakan naik turun yang cepat mengikuti gerakan penisku yang memompa semakin cepat dan kuat. Rasanya penisku mulai membesar dan terus membesar disertai rasa nikmat luar biasa dalam remasan vagina Vivi yang basah dan lembut.


Kedua tangan Vivi masih terus mencengkeram rambutku. Hisapanku pada buah dadanya semakin kuat, sehingga hampir seluruh daging buah dadanya masuk ke mulutku. Sementara itu kedua tangan lembut Cindy terus meremas-remas kedua pangkal pahaku. Aku terus memompa Vivi dengan seluruh tenaga yang ada padaku dalam remasan vaginanya yang lembut luar biasa. Penisku terasa semakin membesar dan memanjang. Vivi merintih nikmat tak dapat menahan nafsunya lagi.
"Aaduuhh Kaak.. aduh.. teruuss Kaak.. lebih cepat lagi Kaak.. aku enggak bisa tahan lagii.. aduhh.. sudah mau keluar Kaak.. mau keluaarr.. aduhh..!" erangan dan rintihan Vivi menandakan ia sudah sangat dekat dengan klimaksnya.

Aku sendiri juga merasa sudah hampir tiba pada klimaksku. Aku menghisap buah dadanya kuat sekali. Kami sudah sangat dekat pada klimaks kami dan rasanya sudah tak tertahankan lagi. Sudah dekat sekali. Rintihan Vivi semakin kuat.
"Aaduuh Kaak.. aku mau keluar Kaak.. aduhh.. mau keluaar.. aduhh.. aku keluarr Kaak.. keluarr.. aduuhh Kaak.. keluar Kak.. keluarr.. aduuhh..!"
Vivi tak dapat menahannya lagi. Tubuhnya menyentak kuat sekali kemudian mulai menggelepar-gelepar dalam kenikmatan orgasmenya yang luar biasa ketika ia meledak dalam puncak klimaksnya disertai remasan vaginanya yang kuat dan lembut pada penisku.

Aku juga sudah tak dapat lagi menahannya ketika kurasakan penisku membengkak besar sekali dalam remasan vagina Vivi dan kenikmatan itu mulai menjalar dari pangkal penisku menuju ke ujungnya. Aku memompa Vivi cepat sekali, dan kini terasa kenikmatan itu sampai di ujung penisku dan tanpa dapat kutahan lagi penisku meledak dahsyat dalam gumpalan-gumpalan orgasme yang nikmat luar biasa diantara remasan vagina Vivi yang begitu lembut. Tubuhku menyentak-nyentak tak dapat menahan kenikmatan itu. Kami berpelukan erat sekali dalam klimaks yang luar biasa nikmatnya.


Aaduhh Kaak.. aku keluaarr Kaak.. aduhh.. keluar.. keluar.. aduuh.. adduuhh.. keluaarr.. aduh..!"
Vivi setengah berteriak menahan kenikmatan saat ia mencapai puncak orgasmenya dalam klimaks yang begitu dahsyat dengan kedua kakinya yang merangkul ketat pada kedua pahaku. Kami masih terus bergumul dalam ledakan klimaks yang sungguh luar biasa dengan tubuh menggelepar-gelepar menahan kenikmatan itu sampai akhirnya kedua tubuh kami terkulai lemah berkeringat dan nafas mendengus kelelahan.

Dalam kelelahan yang amat sangat, akhirnya kami tertidur lelap sekali dan baru terbangun ketika jam dinding di kamar Vivi berdentang sepuluh kali. Malam itu kami menyantap makan malam yang terasa begitu nikmat dengan lahap. Dan setelah selesai membersihkan piring di dapur, kami bertiga kembali ke kamar Vivi untuk sebuah pergumulan seks yang lebih dahsyat lagi.

TAMAT









Tidak ada komentar:

Posting Komentar